Rabu, 26 April 2023

Sejarah Kerajaan Islam Pontianak

Pemerhati sejarah Kesultanan Pontianak Muhammad Donny Iswara sekaligus Sekretaris Sultan Pontianak ke IX, mengatakan bahwa Kesultanan Pontianak, merupakan kerajaan yang berlandaskan Islam, bukan kerajaan suku dan bangsa. "Perlu diketahui masyarakat Pontianak, bahwa berdirinya Kesultanan Pontianak itu bukan kerajaan bangsa atau suku. Meski memang ada kaitanya dengan Suku Melayu, Bugis, Dayak. Tetapi sejatinya berdirinya kesultanan Pontianak sebagai kerajaan Islam yang ada di Kalimantan," jelasnya belum lama ini

Ia menjelaskan, hal ini bukan berarti berarti meniadakan keberadaan dari kerajaan-kerajaan sebelumnya. Menurutnya memang kerajaan-kerajaan tersebut masih kental dengan pengaruh corak budaya Hindu. Ini dapat dilihat seperti saat upacara adat atau tradisi kerajaan. Kemudian Kesultanan lain di Kalbar pada masa itu, juga banyak memiliki khas sebagai Kesultanan suku bangsa. "Misalnya kesultanan Melayu Sambas, Ketapang dan sebagainya. Namun tidak demikian dengan Kesultanan Pontianak," ujarnya

Dikatakanya andaikan inisiasi awalnya pendirian kerajaan untuk menjadi Kesultanan Melayu, maka dalam rentang waktu 6 tahun dari 1771 hingga 1778 ia menilai Kesultanan Pontianak belum akan berdiri pada masa-masa itu.  Menurutnya memang kerajaan-kerajaan tersebut masih kental dengan pengaruh corak budaya Hindu. Ini dapat dilihat seperti saat upacara adat atau tradisi kerajaan. Kemudian Kesultanan lain di Kalbar pada masa itu, juga banyak memiliki khas sebagai Kesultanan suku bangsa. "Misalnya kesultanan Melayu Sambas, Ketapang dan sebagainya. Namun tidak demikian dengan Kesultanan Pontianak," ujarnya

Dikatakanya andaikan inisiasi awalnya pendirian kerajaan untuk menjadi Kesultanan Melayu, maka dalam rentang waktu 6 tahun dari 1771 hingga 1778 ia menilai Kesultanan Pontianak belum akan berdiri pada masa-masa itu. 

Kerajaan Islam di Pulau Kalimantan, salah satunya adalah Kerajaan Pontianak atau Kesultanan Kadryiah Pontianak. Kerajaan Pontianak ini berdiri pada tahun 1771 yang lokasinya berada di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Pendiri Kerajaan Pontianak adalah Syarif Abdurrahman Alkadrie yang merupakan putra dari Habib Husein Alkadrie. Habib Husein Alkadrie adalah salah satu ulama yang berasal dari Hadramaut, Yaman.

Terlahirlah suatu kota pada tanggal 24 Rajab 1181 Hijriah yang bertepatan pada tanggal 23 Oktober 1771 Masehi, kota yang berdiri di daerah tropis. Asal mulanya kota tersebut datangnya rombongan Syarif Abdurrahman Alkadrie yang membuka hutan di persimpangan tiga Sungai Landak Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas. Hal ini dilakukan oleh  rombongan Syarif Abdurrahman Alkadrie untuk mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal. terurai insiatif para rombongan untuk memberi nama tempat mereka tinggal dengan nama PONTIANAK. 

Pada tahun 1192 Hijriah, Syarif Abdurrahman Alkadrie dinobatkan sebagai Sultan Pontianak Pertama. Dengan letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinya Masjid Raya Sultan Abdurrahman Alkadrie dan Istana Kadariah, yang sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur.

Awalnya, pemerintahan Kerajaan Pontianak berpusat di daerah muara simpang tiga Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak. Lalu, di tahun 1778, pusat pemerintahan Kerajaan Pontianak ini dipindahkan ke Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Selain dikenal sebagai pendiri Kerajaan Pontianak, Sultan Syarif juga dikenal sebagai pendiri dari Kota Pontianak. Hal ini karena pada saat itu, Sultan Syarif merupakan orang pertama yang membuka hutan dan menjadikannya sebagai permukaan. Pada masa pemerintahannya, Pontianak dapat tumbuh menjadi kota pelabuhan dan perdagangan berkat kepemimpinannya.

Berikut sejarah Kerajaan Pontianak, mulai dari masa berdiri, masa kejayaan, hingga masa keruntuhannya.


Sejarah Berdirinya Kerajaan Pontianak

Berdirinya Kerajaan Pontianak bermula saat Habib Husein yang merupakan seorang ulama dari Yaman diundang oleh Opu Daeng Manambun, Raja dari Mempawah. Habib Husein Alkadrie ini awalnya merupakan hakim agama dari Kerajaan Matan. Dia pindah ke Mempawah karena kurang puas dengan pemerintahan Sultan Muhammad Muazzudin dari Kerajaan Matan yang tidak menghormati hukum. 

Saat di Mempawah, Habib Husein ini diberikan sebuah langgar dan rumah di sekitar aliran Kuama Mempawah. Pada tahun 1770, sebelum wafat, Habib Husein meminta putranya Syarif Abdurrahman untuk mencari kediaman baru. Syarif Abdurrahman akhirnya pada tahun 1771 berserta istri dan pengikutnya mencari tempat baru dengan menggunakan 14 perahu.

Akhirnya, rombongan tersebut memutuskan untuk bermukim di daerah pertemuan antara Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak. Di sana, Syarif Abdurrahman mulai membangun masjid, rumah, dan istana. Peristiwa inilah yang menjadi asal mula berdirinya Kerajaan Pontianak, Adjarian. "Syarif Abdurrahman pada tahun 1778 dinobatkan secara resmi sebagai sultan dari Kerajaan Pontianak."


Masa Kejayaan Kerajaan Pontianak

Kerajaan Pontianak merupakan kerajaan terakhir yang berdiri di Kalimantan Barat. Perkembangan Kerajaan Pontianak berjalan dengan sangat pesat di bawah pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman. Masa Kejayaan Kerajaan Pontinak terjadi karena berkembangnya sistem perdagangan pada masa pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman.

Terjadi relasi hubungan antarpelabuhan, yaitu pelabuhan Sellakau, Sebakau, Singkawang, dan Sambas yang berjalan lancar. Selain itu, pada masa pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman juga terjalin relasi dagang dengan para saudagar dari Eropa, India, dan Tiongkok. Sultan Syarif Abdurrahman kemudian memanfaatkan kekuatan kedudukannya untuk melakukan ekspansi dengan menaklukkan Kerajaan Sanggau.

Kerajaan Sangau sendiri merupakan kerajaan bawahan dari Kerajaan Banten. Ekspansi yang dilakukan oleh Kerajaan Pontianak membuat Kerajaan Banten akhirnya menyerahkan kekuasaan Sangau kepada Kerajaan Pontianak.


Masa Keruntuhan Kerajaan Pontianak

Berdirinya Kerajaan Pontianak berbarengan dengan adanya imperialisme Barat di Indonesia saat itu. Hal ini membuat adanya tekanan terhadap kehidupan kesultanan di bawah eksploitasi Barat. VOC atau Belanda terlalu ikut campur terhadap persoalan internal kerajaan terutama yang melibatkan Kerajaan Pontianak dengan kerajaan lain.

Konflik yang terjadi di perbatasan Mempawah dan Sambas membuat perebutan kekuasaan di Kalimantan Barat semakin rumit. Meski bisa diselesaikan melalui perantara Sultan Syarif Abdurrahman, tetapi pertentangan dengan Panembahan Mempawah terus meningkat.

Faktor inilah yang nantinya menjadi sebab dari kemunduran Kerajaan Pontianak, Adjarian. Masa keruntuhan Kerajaan Pontianak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Syarif Muhammad. Tentara Jepang yang bersekutu dengan Belanda datang ke Pontianak untuk menghancurkan kerajaan.

Proses penghancuran ini terjadi melalui beberapa rangkaian penangkapan antara bulan September 1943 sampai awal tahun 1944. Bahkan Jepang menewaskan Sultan Syarif Muhammad dan seluruh keluarga serta kerabat kesultanan. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Peristiwa Mandor yang terjadi pada 28 Juni 1944.

Hal inilah yang kemudian membuat Jepang berhasil menduduki pemerintahan di Pontianak, Kalimantan Barat. Keruntuhan Kerajaan Pontianak dan adanya Peristiwa Mandor membuat masyarakat Pontianak marah, kemudian muncullah Perang Dayak Desa.


Sultan yang pernah memegang tampuk Pemerintahan Kesultanan Pontianak:

  • Syarif Abdurrahman Alkadrie memerintah dari tahun 1771-1808
  • Syarif Kasim Alkadrie memerintah dari tahun 1808-1819.
  • Syarif Osman Alkadrie memerintah dari tahun 1819-1855.
  • Syarif Hamid Alkadrie memerintah dari tahun 1855-1872.
  • Syarif Yusuf Alkadrie memerintah dari tahun 1872-1895.
  • Syarif Muhammad Alkadrie memerintah dari tahun 1895-1944.
  • Syarif Thaha Alkadrie memerintah dari tahun 1944-1945.
  • Syarif Hamid Alkadrie memerintah dari tabun 1945-1950.