Sangatlah menarik melihat kenyataan bahwa banyak generasi millenial yang bekerja kurang dari dua tahun di setiap perusahaan yang mereka masuki. Dan bahkan banyak yang hanya mempunyai jangka waktu bekerja di bawah satu tahun.
Bila kita melihat apakah mereka tidak mampu?, rasanya tidak, karena masa percobaan menurut undang undang adalah 3 bulan dan bila sudah melewati masa percobaan tersebut maka mereka sudah menjadi karyawan tetap.
Ketentuan Masa Precobaan Karyawan
Ketentuan Masa Precobaan Karyawan Tetap
Pasal 60 UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 menjelaskan bahwa masa percobaan untuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dapat dilakukan paling lama tiga bulan. Dalam masa percobaan, pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Jika perusahaan mensyaratkan probation enam bulan dalam perjanjian kerja, maka tidak sesuai dengan ketentuan di atas, sehingga kelebihan tiga bulan dihitung sebagai masa kerja karyawan, bukan masa percobaan.
Ketentuan Masa Precobaan Karyawan Kontrak
Jika ketentuan di atas berlaku bagi karyawan PKWTT, lalu bagaimana aturan probation karyawan kontrak? Berbeda dengan PKWTT, dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), tidak dimungkinkan adanya masa percobaan untuk karyawan kontrak.
Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 58 UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Sementara ketentuan mengenai jangka waktu PKWT, perpanjangan, dan pembaruannya diatur dalam Pasal 59:
Perjanjian kerja waktu tertentu yang yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. (ayat 4)
Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 kali dan paling lama 2 tahun. (ayat 6)
Jika ketentuan di atas berlaku bagi karyawan PKWTT, lalu bagaimana aturan probation karyawan kontrak? Berbeda dengan PKWTT, dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), tidak dimungkinkan adanya masa percobaan untuk karyawan kontrak.
Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 58 UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Sementara ketentuan mengenai jangka waktu PKWT, perpanjangan, dan pembaruannya diatur dalam Pasal 59:
Perjanjian kerja waktu tertentu yang yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. (ayat 4)
Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 kali dan paling lama 2 tahun. (ayat 6)
Karyawan Lebih Dari 2 Tahun Dibayar Lebih Rendah Oleh Perusahaan
Hal yang selau dirahasiakan oleh perusahaan bahwa karyawan selalu dibayar semakin murah setiap tahunnya. Gaji karyawan adalah hal yang paling dirahasiakan. Kita tidak pernah akan tahu seberapa besar karyawan dibayar kecuali untuk bagian tertentu yang terkena peraturan tentang upah minimum. Tidak ada kewajiban untuk mempublikasikan besar gaji karyawan level atas.
Ada berjuta-juta alasan mengapa hal ini terjadi akan tetapi kita akan memfokuskan diri hanya pada hal yang berada pada faktor yang mampu kita kendalikan. Bekerja pada sebuah perusahaan selama lebih dari 2 tahun akan menyebabkan seorang karyawan berpenghasilan lebih rendah sebanyak 50 persen selama masa kerja aktif daripada karyawan yang memilih untuk pindah kerja setiap kurang dari 2 tahun.
Generasi milenial tampaknya lebih menyadari hal ini. Sangat sulit mengharapkan generasi milenial ini untuk tetap tinggal pada sebuah perusahaan yang tidak menghargai mereka dalam bentuk kenaikan jabatan atau gaji. Waktu tunggu generasi ini paling lama adalah 2 tahun sebelum mereka secara aktif akan mencari tempat yang mampu memberikan penghargaan pada kerja keras mereka. Ini berbeda dengan generasi baby boomer yang mau menunggu cukup lama selama puluhan tahun hanya untuk kenaikan gaji ataupun promosi.
Dengan tingkat inflasi yang rata-rata sebesar 10 persen pertahun maka setiap kenaikan gaji dibawah angka inflasi adalah penurunan pendapatan yang berarti mengurangi daya beli karyawan.
Hal ini juga berarti bahwa karyawan dibayar semakin murah untuk pekerjaan yang sama bahkan mungkin lebih banyak apabila karyawan tersebut mendapatkan promosi kenaikan jabatan.
Jadi untuk setiap kenaikan gaji dibawah angka inflasi berarti secara tidak langsung telah terjadi penurunan gaji bersih terkecuali sekali lagi adalah besaran gaji yang terkena peraturan upah minimum. Dan sedikit sekali yang dapat kita lakukan untuk mengubah keputusan manajemen dalam hal kenaikan gaji tahunan agar berada diatas angka inflasi.
Tetapi kita dapat memutuskan apakah kita akan terus bekerja untuk perusahaan yang memberikan kenaikan gaji tahunan dibawah angka inflasi terutama bila perusahaan tersebut berhasil membukukan laba lebih tinggi dari angka inflasi. Berdasarkan data tentang kenaikan gaji, karyawan yang berhasil pindah ke perusahaan lain mendapatkan penawaran gaji lebih besar yang berkisar pada angka 10-20 persen. Pada kasus-kasus tertentu, bahkan sampai dengan 50 persen, tergantung pada keahlian, keterampilan sang karyawan dan industri dimana ia bekerja.
Hal ini menimbulkan pertanyaan berikutnya. Mengapa perusahaan lebih menghargai karyawan yang suka berpindah-pindah pekerjaan dan menghukum karyawan yang loyal (loyal disini berarti tidak pindah kerja dan mengabdi lama). Jawabannya sederhana. Banyak pemilik bisnis menyadari bahwa sebagian besar karyawan yang tidak pindah kerja bukan karena loyalitas tetapi karena kurang mampu bersaing dipasar tenaga kerja yang semakin sengit, dengan kata lain pemilik bisnis mengetahui bahwa mereka yang lama disebuah perusahaan mengandalkan loyalitas untuk mendapatkan promosi sedangkan mereka yang sering pindah mengandalkan keterampilan.
Jawaban kedua adalah pada masa siklus bisnis turun atau masa resesi, perusahaan dapat meniadakan kenaikan gaji tahunan dan menurunkan penawaran terhadap karyawan baru. Reaksi ini adalah hal yang wajar dan dapat dimengerti oleh semua pihak. Permasalahannya adalah reaksi yang seharusnya untuk sementara waktu menjadi reaksi yang wajar dipasar tenaga kerja. Hal ini membuat hal yang sementara itu menjadi norma baru yang wajib diterima oleh semua pihak.
Tetapi bila seorang pegawai pindah ke perusahaan baru, maka karyawan tersebut dapat memulai karir yang baru dan menegosiasikan gaji yang lebih tinggi berdasarkan manfaat dan keterampilan yang ia bawa. Pada masa ekonomi global mengalami pertumbuhan, perusahaan-perusahaan akan berkompetisi untuk mendapatkan pegawai yang berbakat dan kebanyakan tidak ragu-ragu untuk membayar lebih tinggi demi mendapatkan yang terbaik dan bukan sisa.
Hal yang sama juga berlaku untuk posisi atau jabatan tertentu. Tidak setiap tahun perusahaan mampu mempromosikan para pegawainya kejenjang yang lebih tinggi karena tidaklah mungkin mempromosikan semua orang menjadi manajer atau direktur. Jadi secara tidak langsung Anda akan berada pada antrian yang panjang yang berisi orang-orang yang sudah lebih dahulu bekerja namun belum memiliki kesempatan untuk dipromosikan. Tetapi bila Anda melamar diperusahaan yang baru, mungkin saja keterampilan dan keahlian Anda cocok untuk jabatan yang lebih tinggi dan jabatan yang lebih tinggi adalah hal yang sering ditawarkan perusahaan untuk mendapatkan karyawan yang berbobot tinggi.
Beberapa orang sangat mengkhawatirkan bahwa berganti pekerjaan terlalu sering akan secara negatif mempengaruhi CV mereka. Ketakutkan ini sangat bisa dimengerti karena tidak seorangpun menginginkan dirinya menjadi "unmarketable". Memang tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa perusahaan akan memandang buruk calon karyawan yang terlalu sering berpindah pekerjaan bahkan pada tingkat ekstrem cukup untuk membuat perusahaan tertentu mendiskualifikasikan seorang kandidat tersebut berdasarkan hal itu semata-mata. Ada satu hal lain juga yang harus menjadi pertimbangan, bahwa perusahaan semacam itu biasanya cenderung memiliki budaya kerja yang kurang baik dan tidak menghargai keterampilan demi menghemat beberapa juta rupiah perbulan daripada mengejar pertumbuhan.
Brendan Burke, Direktur Perusahaan Publik bernama Headwaters Di Amerika Serikat mendapati bahwa perusahaan perusahaan semacam ini cenderung lambat untuk mempromosikan karyawannya karena tidak memiliki budaya pemberdayaan win-win solution dan kentalnya office politik. Budaya politik kantor ini seringkali menyebabkan terhentinya layanan atau produk perusahaan kekonsumen dan menjadi penghalang nomer satu untuk memberikan penghargaan yang layak pada karyawan yang berprestasi.
Berganti-ganti perusahaan tentu sangatlah beresiko. Namun berganti perusahaan memiliki banyak manfaat seperti memperkaya pengalaman di berbagai industri, membuka wawasan pada banyak corporate culture, memiliki mentor atau coach untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan. Lagi pula mempekerjaankan seorang karyawan yang mampu bekerja lebih efisien 10 persen dari rata-rata bernilai setidaknya 25 persen lebih besar dari gaji rata-rata. Mengapa? Biaya perekrutan yang tinggi mulai dari waktu yang dihabiskan untuk wawancara, biaya untuk mendidik kandidat maupun waktu yang hilang selama masa percobaan. Selalu lebih murah dan bermanfaat dari sisi pertumbuhan perusahaan untuk merekruit kandidat yang sudah ahli dan trampil dan membayar mereka lebih.
Ada berjuta-juta alasan mengapa hal ini terjadi akan tetapi kita akan memfokuskan diri hanya pada hal yang berada pada faktor yang mampu kita kendalikan. Bekerja pada sebuah perusahaan selama lebih dari 2 tahun akan menyebabkan seorang karyawan berpenghasilan lebih rendah sebanyak 50 persen selama masa kerja aktif daripada karyawan yang memilih untuk pindah kerja setiap kurang dari 2 tahun.
Generasi milenial tampaknya lebih menyadari hal ini. Sangat sulit mengharapkan generasi milenial ini untuk tetap tinggal pada sebuah perusahaan yang tidak menghargai mereka dalam bentuk kenaikan jabatan atau gaji. Waktu tunggu generasi ini paling lama adalah 2 tahun sebelum mereka secara aktif akan mencari tempat yang mampu memberikan penghargaan pada kerja keras mereka. Ini berbeda dengan generasi baby boomer yang mau menunggu cukup lama selama puluhan tahun hanya untuk kenaikan gaji ataupun promosi.
Kerugian Menunggu Kenaikan Gaji Tahunan
Angka 50 persen ini adalah angka konservatif yang berada pada ujung spektrum nilai statistik, yang mengasumsikan bahwa karir Anda akan berakhir dalam 10 tahun. Semakin lama Anda bekerja maka perbedaan tersebut akan semakin besar. Rata-rata kenaikan gaji karyawan setiap tahunnya adalah 3 persen. Mungkin untuk karyawan yang performa kerjanya dibawah rata-rata bisa mendapatkan kenaikan gaji tahunan sebesar 1 persen, itupun bila perusahaan cukup bermurah hati. Ditempat tertentu kenaikan untuk karyawan yang paling berprestasi hanya sebesar 0,5 persen.
Dengan tingkat inflasi yang rata-rata sebesar 10 persen pertahun maka setiap kenaikan gaji dibawah angka inflasi adalah penurunan pendapatan yang berarti mengurangi daya beli karyawan.
Hal ini juga berarti bahwa karyawan dibayar semakin murah untuk pekerjaan yang sama bahkan mungkin lebih banyak apabila karyawan tersebut mendapatkan promosi kenaikan jabatan.
Jadi untuk setiap kenaikan gaji dibawah angka inflasi berarti secara tidak langsung telah terjadi penurunan gaji bersih terkecuali sekali lagi adalah besaran gaji yang terkena peraturan upah minimum. Dan sedikit sekali yang dapat kita lakukan untuk mengubah keputusan manajemen dalam hal kenaikan gaji tahunan agar berada diatas angka inflasi.
Tetapi kita dapat memutuskan apakah kita akan terus bekerja untuk perusahaan yang memberikan kenaikan gaji tahunan dibawah angka inflasi terutama bila perusahaan tersebut berhasil membukukan laba lebih tinggi dari angka inflasi. Berdasarkan data tentang kenaikan gaji, karyawan yang berhasil pindah ke perusahaan lain mendapatkan penawaran gaji lebih besar yang berkisar pada angka 10-20 persen. Pada kasus-kasus tertentu, bahkan sampai dengan 50 persen, tergantung pada keahlian, keterampilan sang karyawan dan industri dimana ia bekerja.
Mengapa Karyawan Baru Lebih Dihargai?
Jawaban kedua adalah pada masa siklus bisnis turun atau masa resesi, perusahaan dapat meniadakan kenaikan gaji tahunan dan menurunkan penawaran terhadap karyawan baru. Reaksi ini adalah hal yang wajar dan dapat dimengerti oleh semua pihak. Permasalahannya adalah reaksi yang seharusnya untuk sementara waktu menjadi reaksi yang wajar dipasar tenaga kerja. Hal ini membuat hal yang sementara itu menjadi norma baru yang wajib diterima oleh semua pihak.
Tetapi bila seorang pegawai pindah ke perusahaan baru, maka karyawan tersebut dapat memulai karir yang baru dan menegosiasikan gaji yang lebih tinggi berdasarkan manfaat dan keterampilan yang ia bawa. Pada masa ekonomi global mengalami pertumbuhan, perusahaan-perusahaan akan berkompetisi untuk mendapatkan pegawai yang berbakat dan kebanyakan tidak ragu-ragu untuk membayar lebih tinggi demi mendapatkan yang terbaik dan bukan sisa.
Hal yang sama juga berlaku untuk posisi atau jabatan tertentu. Tidak setiap tahun perusahaan mampu mempromosikan para pegawainya kejenjang yang lebih tinggi karena tidaklah mungkin mempromosikan semua orang menjadi manajer atau direktur. Jadi secara tidak langsung Anda akan berada pada antrian yang panjang yang berisi orang-orang yang sudah lebih dahulu bekerja namun belum memiliki kesempatan untuk dipromosikan. Tetapi bila Anda melamar diperusahaan yang baru, mungkin saja keterampilan dan keahlian Anda cocok untuk jabatan yang lebih tinggi dan jabatan yang lebih tinggi adalah hal yang sering ditawarkan perusahaan untuk mendapatkan karyawan yang berbobot tinggi.
Beberapa orang sangat mengkhawatirkan bahwa berganti pekerjaan terlalu sering akan secara negatif mempengaruhi CV mereka. Ketakutkan ini sangat bisa dimengerti karena tidak seorangpun menginginkan dirinya menjadi "unmarketable". Memang tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa perusahaan akan memandang buruk calon karyawan yang terlalu sering berpindah pekerjaan bahkan pada tingkat ekstrem cukup untuk membuat perusahaan tertentu mendiskualifikasikan seorang kandidat tersebut berdasarkan hal itu semata-mata. Ada satu hal lain juga yang harus menjadi pertimbangan, bahwa perusahaan semacam itu biasanya cenderung memiliki budaya kerja yang kurang baik dan tidak menghargai keterampilan demi menghemat beberapa juta rupiah perbulan daripada mengejar pertumbuhan.
Brendan Burke, Direktur Perusahaan Publik bernama Headwaters Di Amerika Serikat mendapati bahwa perusahaan perusahaan semacam ini cenderung lambat untuk mempromosikan karyawannya karena tidak memiliki budaya pemberdayaan win-win solution dan kentalnya office politik. Budaya politik kantor ini seringkali menyebabkan terhentinya layanan atau produk perusahaan kekonsumen dan menjadi penghalang nomer satu untuk memberikan penghargaan yang layak pada karyawan yang berprestasi.
Berganti-ganti perusahaan tentu sangatlah beresiko. Namun berganti perusahaan memiliki banyak manfaat seperti memperkaya pengalaman di berbagai industri, membuka wawasan pada banyak corporate culture, memiliki mentor atau coach untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan. Lagi pula mempekerjaankan seorang karyawan yang mampu bekerja lebih efisien 10 persen dari rata-rata bernilai setidaknya 25 persen lebih besar dari gaji rata-rata. Mengapa? Biaya perekrutan yang tinggi mulai dari waktu yang dihabiskan untuk wawancara, biaya untuk mendidik kandidat maupun waktu yang hilang selama masa percobaan. Selalu lebih murah dan bermanfaat dari sisi pertumbuhan perusahaan untuk merekruit kandidat yang sudah ahli dan trampil dan membayar mereka lebih.
Perusahaan Besar Tidak Lagi Membayar Gaji Lebih Banyak Dibanding Perusahaan UKM
Permasalahan loyalitas ini juga berhubungan erat dengan berbaliknya arah tren dari bagaimana perusahaan memberikan gaji. Pada tahun 1950-1970, perusahaan besar memberikan gaji lebih besar bagi karyawan level menengah mereka tetapi hal ini mulai tidak berlaku lagi sejak tahun 1980 dan terutama tahun 2013. Ahli ekonomi dari universitas Stanford dan universitas Berkeley menemukan bahwa tidak adanya lagi kolerasi antara besarnya sebuah perusahaan dengan gaji yang dihasilkan oleh pegawainya.Apakah ini artinya bagi perusahaan UKM ? Hal ini menandakan bahwa kini perusahaan lebih cenderung membayarkan gaji berdasarkan keahlian dan keterampilan dan tidak lagi berdasarkan dimana mereka pernah bekerja. Yang perlu diperhatikan bagi pemilik perusahaan UKM adalah jangan sampai memberikan gaji lebih tinggi dari keahlian yang dimiliki karena kita tidak akan pernah mendapatkan berlian dengan harga batu bata tetapi mudah sekali untuk membeli batu bata seharga berlian.
Dari sisi industri, perbedaan gaji ini paling terlihat pada industri ritel dan jasa yang disebabkan pertumbuhan pesat pada sektor ini sejak tahun 1980. Tetapi pada industri manufaktur masih dimungkinkan untuk mendapatkan gaji premium seperti masa masa lau meskipun sudah mulai langka.
Tren penurunan gaji ini lebih disebabkan oleh beberapa hal, pertama adalah outsourcing. Dalam periode 30 tahun terakhir ini, perusahaan-perusahaan besar banyak melakukan outsourcing pada fungsi operasional seperti bagian keamanan, staff kantin hingga cleaning service.
Penyebab kedua adalah banyak perusahaan besar yang mendorong bagian perekrutan untuk menawar rendah para kandidat dan juga memberikan target penurunan biaya operasional pada CEO mereka, yang akhirnya tidak memberikan banyak pilihan kecuali memangkas pengeluaran gaji demi mencapai target laba bersih yang telah ditetapkan oleh para pemegang saham.
Penyebab ketiga seperti yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi di ConFab tahunan di Philadelphia, ini menyangkut ukuran sebuah perusahaan. Apabila perusahaan menjadi semakin besar maka para kandidat pencari kerja akan memiliki sedikit pilihan tempat bekerja sehingga akan kehilangan kemampuan untuk meminta gaji yang lebih besar.
Jadi semakin tinggi konsentrasi perusahaan disebuah wilayah maka semakin rendah daya tawar dari pekerja terhadap gaji yang diberikan. Sebuah kota kecil dengan sedikit perusahaan, konsentrasi industri tinggi, akan menyulitkan pekerja memilih dibandingkan disebuah kota besar dengan banyak perusahaan (konsentrasi industri rendah).
Penelitian dan survey juga membuktikan bahwa tempat dimana konsentrasi perusahaan itu rendah makan gaji karyawan akan lebih tinggi. Sedangkan pada lokasi dimana terdapat sedikit perusahaan, perusahaan besar tersebut menggunakan kekuatan monopoli tersebut dipasar tenaga kerja dengan menekan upah dan gaji pegawai daripada menaikan harga produk atau layanan mereka ke konsumen. Dalam ekonomi ini disebut Monopsoni.
Monopsoni ini mampu memberikan penjelasan yang memuaskan mengapa perusahan perusahaan besar sekarang tidak memberikan upah dan gaji lebih besar dari perusahaan skala kecil. Dalam jangka panjang, hal ini bukan saja merugikan karyawan tetapi menghilangkan daya saing dari perusahaan yang lebih kecil.
Referensi:
1.https://bisnisgrowth.com/insight/karyawan-loyal-lebih-dari-2-tahun-akan-di-gaji-perusahaan-50-persen-lebih-rendah/